Posts

Showing posts from 2015

Baring

Bisakah kaubaring di sisi aku malam ini? Biar tidak rapat asalkan dekat Biar detak jantungku menjadi laju Biar rentaknya membuai aku tidur Biar retaknya jiwa terpulih dikambus Biar renungmu memujukku terus Bisakah kaubaring di sisi aku sampai pagi? Biar hembus nafasmu menghangat malam Biar terus lenyap dingin hawa dan jiwa Biar cepat baik luka hati terpendam Biar sampai terlelap wajahmu kutatap Biar sampai kauhadir dalam mimpi Biar sampai angau hilang igau Biar sampai aku percaya Kau memerlukanku Sebagaimana aku Marilah sayang Baring di sisi

Status

Aku duduk termenung lagi di depan PC. Sesekali jari-jemari kekok menekan papan kekunci. Cukup satu dua ayat, tangan kanan pantas saja menekan ' delete '. Kosong semula. Hanya tinggal ' cursor' berkelip-kelip di penjuru kiri. Mengejek mencabar aku memasukkan input. Ini bodoh. Sudah dua-tiga malam aku cuba menulis. Terlampau banyak idea dan rasa yang meminta diluahkan ke atas ruang putih ini. Tapi satu pun tak menjadi. Celaka. Tangan kanan rasa gatal lagi mahu menekan 'delete'. Okay, biar aku cuba sekali lagi. *** Petang tadi aku menatal newsfeed Facebook. Entah kenapa, semenjak dua menjak ini Facebook rajin benar mengungkit status lama aku. Mark, if you're reading this, I'm not too thrilled with this new feature. 360 degrees videos sure are cool but this is not. Tapi sebab confirm kau tak baca, aku nak cakap yang aku tak suka Yahudi. Tetiba. Tapi itulah, hidup dalam tahun-tahun pasca-Friendster dan pra-Twitter, semua yang terfikir dilua

Of Nebulae, Stars and The Sun - Part I

I wrote two drafts about you. Two. And as 'draft' is defined, they remain as drafts. But why they remain so, why I didn't publish them is not the problem here. The problem is why did I ever write about you. But it is as much a problem as eating too much of chocolate is a problem. It's dangerous, but I like it *smack lips* I can't tell for sure when did I fell for you. If I try to, sure, I would figure it out but the point is I was in denial the whole time. Why I was in denial, that I can answer. At first, you were just a colleague at least, a friend at most. And as with the nature of our workplace, people come and go at the rate of a passing train.You were just a number in a crowd. You were just another people who would finally had enough of the bs and resign. A blip if I paid attention, a blur if I didn't.  But you were a blip. Right off the bat, you were walled out by me. Why would I invest too much in someone that would leave at the call of

Malam Kita Terakhir

Berhenti merenung aku berhenti Dengan anak matamu yang terselit simpati Jika hasratmu untuk pergi Sepasti matinya hati yang segenggam ini Pergi saja pergi Apa lagi yang kautunggu apa Jika jauh dari aku sudah lama kau cuba Apalah jarak ini yang tidak sedepa Tak mengubat hanya menambah luka Berlarilah kau jauh berlari Biar aku sendiri berdiri dalam renyai ini Memasung lengan di penghamparan kecewa Melutut di dalam lecah dan basah Jangan kau endah aku memekik meluah amarah Bulatkan hasratmu jangan sekali berani kau perlahankan kaki   Tak mahu aku menoleh melihat langkahmu pergi menderap Hilanglah terus lenyap dalam malam yang pekat menggelap Biar dingin air langit ini menghapus memori kehangatan Sewaktu pertama jemari mu menyentuh aku dalam kelam malam Biar diselubung aku gemuruh awan hitam dicucuh petir langit meruntuh  Biar aku dan esak tangis aku tenggelam dalam guruh Biar telinga ini tidak terdengar lagi suaramu ketawa berseloroh Biar aku

Boneka dan Pentas

Kita benar sekadar boneka Yang mengidam lepas bebas merdeka Bila dikerat putus tali yang mengikat Melemahlah kaki melembiklah lengan Tersengkek panduan menyeret langkahan Terbungkam telapak tak terangkat tangan Tak terlarat kudrat nafas tersekat Tertunduk kepala merunduk malu Tersesal hiba terjelepuk layu Pentas nan sejengkal Hanya dipingin akal yang dangkal Mahu dirisik dimilik Mahu dipeluk ditakluk Sungguh kalau ditilik kan nampak jelik Seburuk binaan rebutan makhluk Jadi hinaan malaikat dan syaitan Jadi bahan ketawaan Tuhan Hah!

Cinta/Rindu

Cinta itu seksa yang diminta.  Biar perit hati menjerit, masih jerih dipinta dicari.  Memekik harap, meminta raga,  Melilit jasad, meronta jiwa, Mencekik waras, menyesak dada. Rindu itu sakit yang ditahan. Bagai berlari tak berhenti, tiada mula tak nampak akhiran. Mengelak lopak, meneroka jalan, Meranduk lumpur, terus ke depan, Tersadung bangkit, terduduk jangan. Yang mencinta dicinta saling menyeksa terseksa, Yang merindu dirindu saling menyakit tersakiti. Aku dan engkau, Menyeksa dan terseksa, Menyakit dan tersakiti.

Yours Forever

You make me feel beautiful Most mundane things become so playful When you act all so busy and thoughtful I'd lock our toes under the table And you’d give your best face at being disdainful Well, almost Until you’d break your character And your stifled smile now a burst of laughter And you can now be sure That I am yours forever And like little kids on a little adventure We’d never go sick of being together We’d see beauty in the littlest things We’d laugh at the silliest things And I know you’re the happiest When you steal a few glances And timidly touch my fingers And I will hold you a bit longer Because I am yours forever

Jiesti

Atuk bongkok duduk tercongok Opah melilau menengok-nengok Tunggu dibantu beras dan susu Nak beli sendiri tak cukup mampu Dulu semua cukup-cukup saja Habis dijual terung dan petola Duit yang dapat sekadar dibelanja Sekarang semuanya kena dikira Yang ada habis tak pernah bersisa Keliling pinggang berhutang pula Untungnya dituai apa ditanam Sekarang ditolak seperatus dan enam Apalah nasib memilih Najib Disangka karib rupanya ifrit Ingat dah tua hidup selesa Dapat bersara hidup ditaja Datang Ji Es Ti sengsara mari Sibuk berkira tak ingat mati Alahai cukai Alahai  alahai!

Biar Aku Bermimpi

Hidup tak berilham, Datang siang nanti malam, Jumpa malam tunggu terang. Ah. Mengeluh-kesah Bersusah lelah Tapi kaya Tak pernah kunjung Penatnya rasa Tak berpenghujung Kata aku semakin tawar Tawa aku semakin hambar Tangis aku semakin hiba Tapi kering tak berair mata Biarkan aku sendiri Biarkan aku mimpi Kerana indah seribu kali Imaginasi dari realiti

Lama Tak Berjumpa

Ibu sudah lama kita tak bicara. Abah, tetapkah kita janggal yang sama? Hari itu Waktu balik libur di Surabaya Dalam sesak rambu jalan raya Aku sumbat cuping dengan fon telinga Tatal skrin telefon dan tekan Spotify Lagu Michael Buble kudengar sendiri di celah ramai Dan tiba-tiba Jatuh sendiri air hiba Alun lagu Just Try a Little Tenderness itu Sudah aku dengar berpuluh kali ulang Yang dulunya aku interpretasi Cerita sang isteri yang inginkan hanya cinta Terimaji semula sebagai derita bonda Betapa pakai ibuku usang dan kurang Betapa di benak fikirnya banyak sengsara Betapa yang ibuku perlu hanya cinta anaknya Betapa ibu yang dulunya remaja Pernah ada mimpi dan cita Akhirnya menjadi suri yang lara Melayan karenah anak yang ramai Diuji anak yang jahat perangai Tersepit nasib yang serba kurang Terhimpit rumah yang sempit ruang Terjerit tidak, diluah dalam Namun kadang ada terbit waktu Menangis terduduk ibu di bingkai pintu

Pentas

Lorong ke dewan terang-benderang. Kosong tiada manusia. Aiman tolak pintu bertampal kertas tercoret “Madam Rita’s Open Audition”. Gelap. “Berdiri di tanda ‘X’ dan mula menyanyi,” kata satu bayang besar di bangku penonton. “Terus nyanyi?” Tanya Aiman sambil memanjat tangga pentas. “Ya. Sing.” “Lagu…lagu apa, madam ?” “ Can’t you just sing for God’s sake! Negaraku, lagu raya, whatever! ” Aiman capai mikrofon. Terjatuh. Bunyi bingit bergema. Bayang itu mendengus, kertas di tangannya dilempar ke pentas. “ Nyanyiiiiiiii !!!” Aiman panik. Mikrofon bergolek hilang dari bawah cahaya lampu sorot. Aiman menggagau dalam samar. Bila Aiman mendongak, bayang itu membesar, mendaki tangga. “Kalau ada stage fright , jangan datang audition aku! Faham!?” Madam Rita berdiri satu kaki depan Aiman. Aiman bingkas bangun. Aiman rentap mikrofon di tangan. Tak sedar wayarnya berselirat di bawah kaki Madam Rita. Terlilit di betisnya. Madam Rita jatuh. Ke bawah penta

Bawa Aku Pergi

Aku kian kehilangan Tuhan. Aku tak berharta tak berteman Hidupku kosong dan sendirian Dan dunia terlalu banyak dugaan Kau akan kulupa kusalahkan Tuhan, bawa saja aku pergi dari dunia ini Sebelum aku kehilanganMu dalam kehitaman hati Sebelum aku bisu untuk bicara padaMu lagi.

Closure

I wish I never knew you. You were never my intention. You were a distraction. You were at the back of my mind crying for attention. I regret each and every moment I come to know you, love you, hate you. You were like a celestial body, a gravity I can't escape. You were like a bad novel I can't put down. You were in my dreams. You were in my mind at my calmest and busiest moments. You were an itch that can't be ignored nor can be scratched away. You were my Sun. A warmth when my life was cold and bleak. A torture when I was so thirsty I couldn't speak. You were a tree I seek for some shade. Then you overshadowed me, depriving me of shine like a wilting shrub. You soiled my past with memories I don't want to recall. You infest my present like a weed I can't uproot. You pester my future like an echo that won't go mute. You made me run in circles. You made me a slave of my emotions. You made me defy logic and conscience. You were my aggression, my mani